Minggu, 30 September 2012

Empat Kunci Sukses....

Sukses adalah harapan semua orang yang bernyawa, bukan hanya mereka yang bernyawa, namun orang yang telah menemui ajalnya juga berharap untuk sukses. Pengertian sukses berarti bahagia dunia akherat. Senang menjalankan setiap tuntutan di dunia serta ikhlas menjalankannya merupakan salah satu cara sukses. Kemaren, Sabtu (29/09) Bapak Yustinus Ariyanto salah satu motivator hebat indonesia menyempatkan waktunya untuk mengisi acara PENABARA di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Motivator yang lahir dipulau Dewata ini sangat lihai dalam merubah pola pikir setiap mahasiswa yang datang. Tak ada satupun mahasiswa yang merasa menyesal mengikuti training pada pagi hingga siang itu. Dengan memberikan sebuah trik- trik hipnotis ala Avatar, sang pemuda lulusan UI ini menjadi digemari dan semakin ramai saja gedung SAC tersebut. Mahasiswa Bidik Misi dari semester satu hingga semester lima mengikuti hingga akhir acara. Di akhir pertemuan dengannya, beliau, bapak Yustinus Ariyanto menghipnotis seluruh mahasiswa. Setiap mahasiswa yang ada di bawa ke alam bawah sadar dan dihipnotis ala Avatar. Disitu kami mampu mengambil hikmah yang sangat besar, yaitu meraih apa yang kita impikan itu lebih mungkin bagi kita. Impossible is nothing itulah kata sang Motivator kelahiran tahun 1975 tersebut. kami di motivasi begitu dahsyatnya. “Dalam meraih mimpi- mimpi kalian, kalian harus mengikuti beberapa langkah. Ada empat langkah untuk mencapai apa yang telah kalian impikan. Yang pertama, kalian harus rileks, fokus, suggesti dan imajinasi. Itulah empat kunci suksesmu”. Tuturnya. Seseorang yang selalu fokus, namun tidak adanya suggesti dalam hatinya maka tak ayal jika mereka tak mampu mewujudkan impian- impiannya. Begitu pula jika hanya ada suggesti, namun mereka tak mau berusaha atau fokus, maka tak ada kesempatan baginya mencapai apa yang mereka dambakan. Sehingga kuasailah empat kunci sukses tersebut. Rileks, fokus, suggesti dan imajinasi.

Rabu, 26 September 2012

Pentingnya Arsip

Arsip merupakan sumber sejarah yang bersifat primer. Sejarah tanpa ada sumber primer rasanya belum cukup. Dengan adanya sumber primer, maka sejarah tersebut akan aktual dan objektif. Hari ini badan Arsip Jawa Timur mengadakan sosialisasi Pelayanan Informasi Kearsipan di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Sebagai mahasiswi jurusan Sejarah, saya pribadi sangat senang. Karena selain bisa bertemu dengan pengelola badan arsip, namun saya juga mendapatkan ilmu yang sulit ditemukan, yaitu tentang kearsipan. Dekan Fakultas Adab, bapak Harisudin sangat apresiasi dan berterima kasih pada pihak badan Arsip yang telah mau bekerja sama dengan fakultas Adab IAIN Sunan Ampel ini. Sosialisasi yang dihadiri oleh Dekan hari ini berjalan mulai pukul 09.00 hingga siang, pukul 12.00. Bu Diah Ismiyatun, M. Hum sebagai pengelola arsip dan perpustakaan sangat lihai dalam menerangkan segala macam yang berhubungan dengan arsip. “Arsip adalah barang yang unik, jika hilang arsip tersebut tidak bisa diganti lagi. Dan arsip itu bersifat fakta, apa adanya, dan tidak memihak satu sama lain, serta belum terasuki subjektifitas apapun. Arsip inilah yang menjadi bahan dasar penelitian yang otentik”. Jelasnya. “selain dihadiri oleh Ibu Diah Ismiyatun, M. Hum, sosialisasi ini juga dihadiri oleh bapak Syawwal, mantan dosen Fakultas Adab selama satu tahun. Beliau juga sangat apresiasi terhadap arsip. Antusias mahasiswa serta mahasiswi juga sangat tinggi beberapa pertanyaan dilontarkan pada kedua Arsiparis tersebut. Dengan adanya kerjasama antara badan arsip dengan Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel ini diharapkan mahasiswa dan mahasiswi jurusan Sejarah mampu berperan aktif sebagai pengguna arsip yang telah ada, dan akhirnya menjadi sejarawan yang otentik, apa adanya. Salam Cinta dan Rindu..... Rabu, 26 September 2012

Minggu, 23 September 2012

Ku Harus Sadar (Puisi)

Kuharus sadar Kedua bola mataku… Kau berikan tanpa Kau pinta imbalan. Setiap nafasku… Kau lancarkan tanpa ada gangguan. Urat-urat nadiku pun Kau bebaskan Dari godaan virus-virus yang menyamar. Namun, mengapa aku sampingkan waktuku Untuk bersyukur kepadaMu? Astagfirullah,,, Tuhan… Ampuni aku, Kuatkan hatiku ini, Lindungilah diriku dari putus asa, Dan jauhkanlah dari kefakiran, Berilah kesempatan kepada aku, Untuk selalu bersimpuh dan bersyukur padaMu Jika nyawaku telah kembali padaMu,, Ku mohon,,,Pertemukanlah diriku denganMu,, Wahai Tuhanku,,,

Impian Suci Ramadhan

“Alhamdulillah…”, syukur Rahman, yang berusia 10 tahun. Tak seperti biasa, pagi ini ia tampak senang, karena akan menunaikan ibadah puasa dan ia ingin hari raya bisa dilewatinya bersama keluarga dengan penuh rasa syukur. Rahman adalah anak yang rajin beribadah. Ia tak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai hamba Allah. Setiap hari ia mengawali kehidupannya dengan bacaan hamdalah. “Rahman, bangun nak. Sudah adzan Subuh, mari sholat bersama ibu.” Kata-kata Ibu Suryani, untuk membangunkan anak kesayangannya. “Iya bu”. Jawab Rahman. Seperti biasa setelah sholat ia tidak lupa mengaji, meskipun sebentar. Kadang hanya lima menit, tujuh menit, empat menit, ia tetap mengaji. Tidak hanya dirumah ia rajin, namun disekolah juga. Bahkan semester ini ia bisa meraih juara kelas. Setelah pulang sekolah, anak yang baru kelas lima SD ini, menyisakan waktunya untuk membaca pelajaran yang telah ia terima di sekolah. Seperti biasa, ia membawa bukunya di lantai atas, tempat ibunya menjemur pakaian. Ia mencari tempat yang sunyi agar lebih konsentrasi pada pelajarannya. Tak lama kemudian bel telpon rumah berbunyi. “Kring…kring…kring…” Sebagai anak yang baik, ia langsung turun dan mengangkat telponnya, tanpa menyuruh Ibunya. “Halo… siapa ya? Ada yang dapat saya bantu?” Tanya Rahman. “Iya ada, ini saya, Budi”. Jawab penelpon itu. “Bapak??? Bu… Ibu… bapak telpon bu”. Teriak Rahman. “Pak, mau pulang kapan? Puasa di rumah kan?” lanjut Rahman. “Iya nak, bapak pasti pulang.” Setelah berbicara lama dengan Rahman, Budi ingin berbicara dengan Istrinya. Mereka sangat senang, karena tak lama lagi akan hidup ramai dengan keluarga. **** Waktu terus berjalan, tak terasa telah menunjukkan pukul tiga sore. Rahman bergegas mandi dan sholat, serta mengikuti sekolah Madrasah Alqur’an atau yang sering di sebut dengan Taman Pendidikan Al-qur’an. Melangkah dengan hati yang gembira Rahman bersama temannya menuju mushola tempat ia mengaji. Diana adalah guru yang mengajarinya. Hari ini ia ingin membahas tentang bulan Ramadhan. “Assalamu’alaikum adek-adek…”. Sapa Diana untuk mengawali pertemuannya. “Wa’alaikumussalam bu…” Jawab Rahman dan teman-temannya. “Adek-adek, hari ini saya akan menerangkan tentang puasa, karena besuk kita harus berpuasa”. “Iya bu”. Sahut mereka. “Baiklah saya mulai dulu ya…”. Tambah Diana. “Ramadhan adalah bulan di mana Allah menurunkan Al-qur’an untuk kita semua. Di bulan inilah kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk menunaikan ibadah puasa, yaitu menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal yang membatalkan puasa”. “Bu, bagaimana kalau ada orang yang tak mau puasa, padahal dia mampu berpuasa?”. Tanya Rahman yang memotong pembicaraan Diana. “Nah, itu adalah tugas kita untuk mengingatkannya nak, kita sebagai sesama muslim harus bisa saling mengingatkan”. Jawab gurunya. Berbagai pertanyaan telah dijawab Diana, dan hari semakin petang, Diana pun mengakhiri pertemuan hari ini. Sesampai di rumah Rahman dan ibunya sholat maghrib berjama’ah. Kemudian mereka menuju mushola untuk menunggu sholat Isya’, serta sholat tarawih berjama’ah. Mereka juga ikut tadarus seperti orang-orang yang lain. Malam terus berjalan. Setelah membaca beberapa lembar, Rahman dan ibunya kembali ke rumah. Hari telah pagi kembali. Rahman bergegas bangun dan makan sahur didampingi dengan ibunya. Sekitar pukul Sembilan bapak Rahman pulang dari luar kota, yaitu Jakarta. Di kota itulah ia mencari nafkah. Rahman langsung memeluknya. Mereka pun bahagia. Namun tak lama kemudian Budi yang menjadi kepala keluarga tersebut, mengajak Rahman untuk makan siang. “Nak, ayok ikut bapak ke warungnya Ibu Jannah”. Ajak bapaknya. “Pak sekarang kan bulan Ramadhan, kita sebagai orang Islam diwajibkan untuk berpuasa”. Jawab Rahman. “Halah, kamu kan masih kecil, gak usah berpuasa, puasa besuk kalau sudah tua saja, bapak yang sudah punya anak sebesar kamu saja belum pernah berpuasa”. Bujuk Budi. “Kata ibu Diana, kita tidak boleh tidak berpuasa pak, kecuali kalau memang benar-benar gak mampu”. Tambah anak dini tersebut. “Pak, sebaiknya bapak berpuasa saja ya”. Tambah ibunya. “Gak bu, aku gak mau puasa sekarang, masih muda kok sudah mau berpuasa, besuk sajalah kalau sudah tua. Oh ya bu di tambah, ingat ya, sekarang itu hari-hari menjelang hari kemerdekaan republik Indonesia, Negara tercinta kita, jadi aku gak mau puasa sekarang, karena pastinya aku di ajak tema-teman untuk memperingatinya dengan makan-makan seperti tahun yang lalu bu…” “Oh, jadi bapak lebih mengutamakan teman ya, dari pada Tuhan, ini kan perintah dari Tuhan pak, tidak dari teman, ingatlah pak, kita harus taat kepada Yang Maha Kuasa”. Bantah istrinya. Percecokan antara mereka terus terjadi. Seorang anak usia sepuluh tahun yang sudah taat beribadah kepada Allah selalu membujuk bapaknya yang tidak mau berpuasa. Memang sebenarnya Budi dari dulu sebelum menikah adalah orang yang kurang taat beribadah kepada Allah, namun Suryani tidak bercerita kepada Rahman. Bulan puasa telah mereka jalani selama sepuluh hari, namun bapak dari satu orang anak itu masih tetap pada pendiriannya yang tidak mau berpuasa, bahkan akhir-akhir ini ia sering keluar malam, entah apa yang ia lakukan. **** Di hening malam yang penuh dengan suara petasan dan lantunan wahyu Ilahi, setelah sholat tarawih berjama’ah, Rahman tidak meninggalkan membaca al’qur’an. Ayat demi ayat ia baca, meskipun hanya beberapa menit. Rahman sangat sedih, karena semakin hari bapaknya tidak mau berpuasa, ia merasa berdosa belum bisa merubah sifat bapaknya yang tidak taat pada ajaran agama. Sebelum pulang dari tadarus, Rahman mengangkat kedua tangannya dan menghadap ke kiblat, serta berdoa. “Ya Allah, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, sayagilah keluarga hambaMu ini. Kasihanilah bapak serta ibuku. Bukakanlah pintu hati nurani bapak hamba Ya Allah. Aku ingin bapak segera bertaubat, sebelum Engkau memanggilnya. Amiin…” Langkah demi langkah Rahman lalui. Sesampai di rumah, Rahman agak lega, karena bapaknya sudah ada di rumah. “Bapak, bangun pak, sudah sholat Isya’ belum? Sholat dulu pak”. Kata Rahman membangunkan bapaknya untuk sholat. “Belum, bapak capek, gak usah di ganggu, aku mau tidur”. “Tapi pak, bapak belum sholat!”. Tambah Rahman. “Sudah tidur sana, anak kecil sudah berani ngatur bapaknya”. “Pak, sholatlah dulu, pak sadarlah, ini bulan suci Ramadhan pak, kita harus memperbaiki diri kita”. Kata istrinya. Rahman berusaha membawa bapaknya menuju Ilahi, namun Allah belum membukakan pintu nuraninya. Rahman dan ibunya tetap berusaha selalu. Meski rintangan menghampirinya. Hampir setiap hari Rahman dan Ibunya tidak di beri uang untuk keperluan belanja, meskipun Budi berkerja. Entah dikemanakan uangnya. Kadang ketika Rahman mengingatkan bapaknya, ia di pukul hingga sakit. Namun putra yang rajin dan taat tersebut tidak putus asa untuk selalu mengingatkan bapaknya. Suatu hari Rahman bermain dengan Tiara dan Rudi, namun Rena datang dan menanyakan tentang bapaknya Rahman. “Man, aku tadi lihat bapakmu di warungnya bu Jannah, apa dia gak puasa Man?” Tanya Rena. “Ren, kamu kok sok tahu, mungkin bapaknya tadi sakit, jadi gak puasa”. Kata Rudi. “Iya Ren, mungkin bapaknya Rahman sakit”. Tambah Tiara. “Mana mungkin ia sakit, tadi aja dia bicara sangat keras”. Jawab Rena. Rahman sangat sedih mendengar pertanyaan Rena, lalu ia lari dan pulang dengan membawa kesedihan. Tanpa cerita pada siapa-siapa, Rahman memendam kata-kata Rena. Hari telah sore. Seperti biasa ia melaksanakan rutinitasnya. Setelah sholat tarawih berjama’ah, Rahman bersama dengan teman-temannya membaca Al-qur’an. Dengan lantunan ayat yang merdu dan arti yang penuh makna, Rahman membacanya. Tepatnya surat Al-Waqi’ah, yaitu salah satu surat tentang hari kiamat. Bersama dengan ayat yang dibaca Rahman, bapak Rahman tak sengaja mendengarkan apa yang dibaca anaknya. Ia sangat kagum, Rahman yang baru berusia sepuluh tahun, namun sudah bisa membaca Al-Qur’an dengan lancar. “Rahman, apakah ini suara anak saya?” Kata Budi dalam hatinya. Sesekali Budi ingat ketika ia memukul anaknya. Ia sangat sedih, ingin rasanya untuk segera minta maaf dan taubat atas segala kesalahannya. Entah gerangan apa yang bisa menjadikannya dengan tiba-tiba merasa lemas dan sangat menyesali kehidupannya yang tidak teratur dan melenceng dari agama. Mungkin semua ini karena kesholehan anaknya yang selalu mendo’akannya setiap hari. **** Waktu telah malam, Rahman pun pulang dari tadarus. Ia tidak lupa mengingatkan bapaknya agar segera sholat dan bertaubat. Ketika itu Budi belum bisa tidur, dan ia ingin sekali memeluk anaknya. “Assalamu’alaikum pak, sudah sholat belum pak?” Tanya Rahman. “Wa’alaikumussalam nak…”. Jawab Budi dan memeluk anaknya. Rahman sangat kaget, karena tak seperti biasa bapaknya mau menjawab salamnya serta memeluknya. Tanpa membantah anaknya lagi, Budi sadar dan ia ingin segera bertaubat. Ia meminta agar Rahman bisa mengajarinya membaca Al-Qur’an serta sholat tarawih. Budi langsung pergi mengambil air wudlu. Sedangkan Rahman sangat heran dan langsung mengucapkan syukur kepada Allah. “Alhamdulillah, terima kasih wahai Tuhanku, Engkau telah membuka pintu kecil ayahanda, semoga ini tidak hanya sementara, namun selamanya, amiin”. Alarm Rahman di HPnya telah berbunyi, dan menunjukkan pukul sepuluh malam, ia harus tidur. “Wahai Pemilik nyawaku, betapa lemah diriku ini, berat ujian dariMu, ku pasrahkan semua padaMu” Lagu Muhasabah Cinta inilah yang selalu digunakan Rahman sebagai alarmnya. Budi sholat Isya’ dengan khusyu’ dan air matanya membasahi pipinya. Ia sadar akan kekhilafannya selama ini dan ia berusaha untuk selalu menyayangi keluarganya dan selalu taat pada Yang Maha Kuasa. Di tengah keheningan malam itu, Budi pergi ke kamar anaknya dan menciumnya, ia ingin selalu melindunginya. Malam telah berlalu, di esok harinya Budi ingin mengajak keluarganya untuk tamasya keluar kota. Rahman dan ibunya sangat bersyukur melihat perubahan orang yang mereka sayangi. Akhirnya mereka pun pergi dan pulang sore. Mulai sekarang keluarga ini menjadi keluarga yang lebih bahagia dari sebelumnya. Tak ada waktu untuk mereka kecuali untuk bahagia dan mendekatkan diri kepada Allah. Sekarang sudah tanggal 29 Ramadhan, besuk adalah puasa terakhir. Mereka pergi ke pasar bersama untuk membeli berbagai macam jajanan dan kue untuk hari raya. Rahman ingin membeli sepotong kue untuk diberikan khusus kepada bapaknya. Tanpa mengulur waktu, ia langsung pergi ketoko di seberang jalan. Tanpa menunggu ibunya yang beli makanan untuk berbuka puasa nanti sore, serta bapaknya yang mencari buah, Rahman dengan senang hati langsung lari tanpa melihat suasana keramaian jalan. Tak disadarinya dari arah kanan ada mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Bapaknya melihat mobil tersebut dan memanggil Rahman, namun takdir telah menentukan. Rahman telah terpeleset dan terjatuh serta mobil tersebut tetap melaju dengan cepat. Rahman mengalami nasib yang pahit, takdir pun menentukan akhir hidupnya. Ibunya sangat shok melihat kejadian tersebut, begitu juga bapaknya. Anak kesayangannya telah tiada. Setiap hari mereka selalu berdo’a agar Rahman diterima di sisi Allah. “Ya Allah, ampunilah aku, ampunilah anakku, hanya kepadaMu semua makhluk akan kembali, Kau telah mengambil anak kesayanganku, ku mohon padaMu, terimalah ia di sisiMu. Tempatkanlah ia di tempat yang sesuai dengan amalannya. Besuk adalah hari raya, sebenarnya kami bersama-sama dengan bahagia, namun Kau telah mengambil Rahman dari hamba Ya Allah. Ku mohon padaMu berilah selalu kepada keluargaku kesempatan untuk mengabdi kepadaMu dengan ikhlas dan jadikanlah aku termasuk orang yang selalu bersyukur padaMu, Amiin’. Kata-kata itu selalu mengalir di do’a orang tuanya. Kini Budi telah bertaubat dan menjadi kepala keluarga yang baik, namun mereka kehilangan anak kesayangannya yang bisa meluluhkan hati kedua orang tuanya, yaitu Rahman.

Kamis, 20 September 2012

Bissmillahirrohmanirrohim...................... Kuawali pagiku dengan namaMu ya Allah. Semoga hari ini bisa lebih baik dari hari-hariku sebelumnya. Hidup memang penuh dengan pilihan. Sesekali pilihan itu datang, pasti akan membawa ke angan mana yang akan kita pilih. Yang baik atau yang buruk, yang mampu memberikan motivasi atau bahkan mengurangi semangat kita untuk berjuang mengisi hidup dunia yang hanya sedetik ini, namun kita juga tahu bahwa hidup ini sangat berarti untuk kehidupan kita yang akan datang, tak lain di akherat. Keinginan selalu timbul, entah itu yang didasari karena nafsu belaka atau yang memang benar-benar azzam yang harus kita lakukan. Milikilah sebuah keinginan yang positif, dan tanamkan keyakinan bahwa pilihanmu itu sebuah kebenaran dan memang itu yang harus anda lakukan. Azzam yang kuat harus didasari rasa cinta terhadap proses untuk mencapainya. Nikmatilah setiap langkah untuk mencapainya. Saat-saat mencari jalan untuk mendapatkannya itulah sebenarnya menjadi waktu yang paling bahagia dan sangat berarti. Ketika kita telah mencapai keinginan yang telah terpatri dalam lubuk hati sebagai azzam yang pasti kan kita nikmati, disaat itu pula keinginan yang lain pasti akan berlomba meraih isi hati. Rasa ketidakpuasan dan keinginan tuk memperoleh yang lebih baik tak kan henti. Lakukanlah, jika memang itu yang lebih bersinergi dan bermanfaat bagi diri. Ingatlah... Tak ada kata yang pantas kita ucap kecuali hamdalah di setiap urat nadi. Lihatlah dirimu dan lihatlah orang lain. Jangan menganggap diri sebagai orang yang dinomorduakan oleh Sang Ilahi, jika kita mampu menomorsatukan Allah. Pasti Allah akan melihat, memahami serta memberi kemampuan yang luar biasa untuk kehidupan merajut masa depan ini. Binalah Semangat tuk meraih Ridlo Ilahi............. 7 April 2012 M/15 Jumadil Ula 1433 H