Rabu, 20 Juli 2011

Murid Idaman

Setiap orang menginginkanmu,
Tinta hitam selalu menemanimu
Kau bujurkan tubuhmu,
Kau tegakkan tubuhmu,
Kau tetap membawa tinta dan lembaran.
Dimanapun kau ada
Di situ ada buku
Disaat waktu penantian telang tiba
Kau segera tuk menemui Ibu Bapakmu
Kau selalu ditunggu
Sekeluarga besarmu
Murid itulah panggilanmu
Setiap hari kau menghormati guru
Setiap hari kau lakukan tugasmu
Kau selalu menuliskan cita-citamu
Saat kau tiba di kelas
Gurumu akan merasa senang
Karena kau adalah murid yang budiman
Namun,
Akankah kau menjadi orang yang lebih baik?
Murid,,,,
Kau harus selalu hormati gurumu
Jangan kau buat sakit hati
Bersabarlah selalu
Agar kau di ridhoi guru-gurumu

“Anugrah Cinta di Ramadhan”

Hari ini Italia punya jadwal menemui orang tuanya di rumah, padahal belum waktunya libur sekolah. Sehingga ia harus menemui pengurus pondok untuk meminta izin pulang. Sebenarnya Italia sudah ingin pulang minggu yang lalu, namun minggu yang lalu ia tidak diizinkan oleh pengurus. Dengan nada yang rendah ia izin lagi.
“ Assalamu’alaikum…” Salam Italia untuk mengawali izinnya.
“Wa’alaikumussalam, ada apa lia?. Jawab Riana, yang menjadi pengurus bagian keamanan.
“Maaf mbak, saya mau izin pulang”
“Ada urusan apa?” Tanya Riana.
“Seminggu lagi kan sudah libur menjelanng puasa”. Tambah Riana.
“Tapi ini penting mbak”. Jawab Italia.
“Bapak yang kemarin telpon, saya disuruh pulang, katanya sangat penting”. Tambahnya.
“Tapi kan sudah mau libur, sebaiknya besuk liburan saja pulangnya”. Kata Riana yang tidak mengizinkannya lagi.
Hari itu adalah hari jum’at. Waktu telah menunjukkan pukul 11.00 siang, sholat jum’at segera di mulai.
“Sudahlah, sebaiknya kamu kembali ke kamar dan segeralah mengambil air wudlu, sekarang sudah waktunya sholat jum’at”. Tambah Riana.
Italia sangat sedih. Sudah dua kali izin, namun tidak diizinkan pula. Ia penasaran mengapa ia di suruh segera pulang oleh Bapaknya. Bapaknya tidak memberi tahu alasannya. Italia merenungi dirinya, apakah ia pernah melanggar peraturan, sehingga terasa sulit sekali untuk izin pulang. Ia tidak tenang dan ingin segera pulang, sebenarnya apa yang terjadi di rumah. Italia termasuk santri yang selalu megikuti kegiatan pesantren. Ia tidak pernah mendapat masalah selama tiga tahun menjalani hidup di pesantren. Ia langsung tergugah dari pikirannya, tanpa menunggu temannya ia langsung pergi ke masjid mengikuti sholat Jum’at. Dalam khutbah, Imam mengangkat tema Ramadhan, karena sebentar lagi akan dilaluinya. Namun italia masih memikirkan kata-kata Bapaknya. “ Nak pulanglah”. Kata itu masih membekas dibenaknya.
Selesai sholat jum’at ia bersama temannya pergi ke wartel. Ia berusaha mengabari bapaknya. Namun tidak diangkat telponnya. Sehingga kesedihan Italia bertambah. Dengan langkah kaki yang penuh dengan kecemasan, ia kembali ke pesantren bersama Bila, temannya yang sangat dekat dengannya dan selalu menenangkan hatinya.
Tiga tahun yang lalu Italia berpamitan dengan Bapak dan Ibunya untuk mengawali hidup di pesantren. Sebenarnya ia tidak boleh melanjutkan pendidikannya di pesantren oleh ibunya, karena keadaan ekonomi yang kurang mampu. Namun Italia ingin sekali merasakan hidup di pesantren, akhirnya ia diizinkan oleh bapak dan Ibunya.
Di desa Sukamaju Italia dilahirkan. Di desa yang penuh dengan pepohonan dan persawahan inilah ia mengawali hidupnya. Selama dua belas tahun ia memenuhi memorinya di desa aslinya. Sewaktu ia lulus SD, Ahmad, bapaknya, pernah berbicara dengan Toni, ia adalah temannya kerja, kalau Italia akan dijodohkan dengan putranya, yaitu Andrea yang waktu itu masih sekolah di salah satu Universitas yang ada di daerahnya. Toni setuju. Dan mereka ingin agar putra serta putrinya segera menikah. Toni memberi tahu hal itu kepada Andrea, dan ia pun menyerahkan hal itu kepada Bapak dan Ibunya, karena ia tidak pernah bertemu dengan Italia, sedangkan ia juga harus menyelesaikan kuliyahnya. Jika menikah juga harus menunggu dirinya setelah kuliyah. Namun lain dengan Ahmad, ia tidak memberitahukan hal tersebut kepada Italia.
Waktu terus berjalan, dan libur Ramadhan telah tiba. Andrea yang kini telah lulus dari Universitas Islam telah pulang. Ia ikut mengajar di MI Sukamaju. Ia berharap bulan Ramadhan kali ini penuh dengan makna, dan tidak ingin membiarkan Ramadhan berjalan begitu saja tanpa ada kegiatan yang berarti. Selangkah demi selangkah ia ingin melalui hari-harinya dengan kesibukan mengaji dan mengajar. Pagi-pagi ia bergegas untuk pulang.
Italia pun juga pulang ke rumah. Ia langkahkan kakinya dari pintu Pondok menuju rumahnya. Kereta telah menunggunya. Suasana yang sangat ramai dan sesak sudah tidak asing lagi di kereta. Dengan hati-hati ia mencari tempat duduk yang pas dengannya, namun hari itu adalah hari minggu dan kereta sangat sesak. Sehingga ia tidak mendapat tempat duduk. Tampak sedih di wajahnya. Untungnya ada seorang cowok yang mempersilahkan duduk di sampingnya. Sebenarnya itu hanya digunakan untuk dua orang, namun cowok itu mempersilahkan Italia untuk duduk. Italia pun menolaknya, karena ia mengerti kalau tempat itu hanya digunakan untuk dua orang saja. Namun Italia selalu di bujuk dan akhirnya mau duduk. Selama berada di kereta cowok itu mengajak kenalan Italia.
“Siapa namamu mbak?” Tanya cowok itu yang tak lain adalah Andrea Budianto, namun mereka belum saling mengenal. Meskipun kedua orang tuanya sudah punya rencana untuk menjodohkan keduanya.
“Italia, kamu siapa?” Balas Italia.
“Saya Andrea Budianto. Kalau di kampus biasa di panggil Budianto, panggil Budianto saja. Mau kemana?”
“Mau pulang mas, kerumah.”
“Memang sekolah dimana?”
“Di pesantren Al-Ikhlas Surabaya”.
Mereka saling bertanya, hingga kereta telah sampai di Stasiun Lamongan, Andrea Budianto (yang sering di panggil Budianto di kampusnya) pun turun dan mengucapkan salam kepada Italia. Tak seperti biasa, yang selama hidup 15 tahun Italia tak pernah merasa lebih dengan seorang cowok, namun kali ini Italia merasa lebih. Ia merasa cocok dengan Budianto, meskipun baru bertemu dan kenal. Hingga ia terus senyum sendiri di kereta.
Semua stasiun telah ia lalui dan akhirnya sampai di daerahnya, yaitu Bojonegoro. Dia dijemput oleh bapaknya. Dihari-hari libur Ramadhan ia ingin menghabiskannya untuk mengajar di Mushola Al Akbar di depan rumahnya. Setiap hari ia menghiasi lembaran sucinya dengan rasa senang dan kangen dengan seorang cowok yang telah menolongnya di kereta, selain menghabiskan waktunya bersama anak-anak yang di ajarnya.
Di hari pertama, ia memberi materi tentang mengapa umat Islam diwajibkan berpuasa, sedangkan hari kedua ia menjelaskan kehidupan Nabi Muhammad ketika masih kecil. Tiupan angin yang terasa semilir tiba-tiba mengingatkannya dengan Budianto. Sepulang mengajar ia penasaran dengan lelaki itu, mengapa wajahnya selalu hadir dihadapannya. Apakah ia memang di takdirkan untuk dirinya? Ia selalu mereka-reka impiannya.
Sesampai dirumah, Budianto juga memiliki perasaan senang dengan Italia, seorang gadis yang ia anggap cocok dengan kriterianya. Ia merasa Italialah yang sebaiknya mendapatkan cinta dan kasihnya.
Andrea yang pernah di beri tahu Bapaknya, kalau ia akan di jodohkan dengan seorang gadis yang bernama Italia, ia sangat penasaran dengannya. Apakah ia adalah Italia yang ia kenal di kereta? Apakah ia orang lain?. Ia berharap Italia yang di jodohkan dengannya adalah Italia yang ia kenal di kereta waktu itu. Dengan langkah kaki yang semangat ia langsung menuju masjid didepan rumahnya untuk sholat dan berdoa.
Untuk menghilangkan rasa penasarannya itu, ia bertanya kepada Bapaknya. Bapaknya pun menjelaskan secara detail tentang Italia. Tanpa waktu yang lama Toni yang menjadi bapak Andrea pergi ke rumah Italia, dan ia di sambut oleh keluarga Ahmad. Namun Italia merasa cemas, karena kedatangan Toni ternyata menanyakan Italia, karena ia belum tahu bahwa andrea Budiantolah yang akan menikahinya. Apakah ia sudah mengerti tentang hal yang telah dibicarakannya dengan Ahmad. Ketika Italia diberi tahu bapaknya, ia sangat sedih. Karena ia masih ingin bertemu dengan Andrea Budianto dan ingin menjadikannya pendamping hidup. Namun ketika Ahmad memberi tahunya, bahwa yang akan menikahinya adalah Andrea putra bapak Toni, ia penasaran dan langsung minta fotonya, apakah ia adalah Andrea yang bertemu dengannya di Kereta atau tidak.
Hari demi hari Italia menunggu kiriman fotonya, ia selalu menunggu di depan rumah setelah mengajar di mushola. Foto pun datang, dengan tangan yang gemetar, ia membuka amplop warna coklat itu. Akhirnya terlihat juga, Andrea siapa yang akan dinikahkan kepadanya, ia langsung menuju kepada bapak dan ibunya, dan bilang kalau ia perlu waktu untuk menentukn jawabannya, apakah ia mau menikah atau tidak dengannya, meskipun lelaki itu adalah orang yang selalu datang dalam bayangannya, namun ia tetap harus mencari jawaban dari Allah. Di malam yang sepi dan sunyi ia memanjatkan do’a kepada Allah, ia meminta petunjuk kepadaNya. Allah pun telah memberikan petunjuk yang terbaik untuknya. Namun ia harus tetap menyelesaikan sekolahnya dulu.
Selangkah demi langkah hidup telah dilalui oleh Andrea. Ia juga sudah minta foto Italia. Dan mengetahui bahwa ia adalah gadis yang menjadikannya selalu membayanginya. Ia pun juga melakukan sholat istikhoroh di malam yang hening. Ia ingin Allah memberi petunjuk yang yang lebih baik baginya. Hidayah dari Allah pun menunjukannya pada hal yang sama dengan Italia. Akhirnya ia pun lebih setuju dengan keputusan bapaknya, yang akan menikahkan dengan Italia. Tak di sadari bulan Ramadhan hampir selesai. Mereka sangat senang dan sekarang sudah saling mengenal dengan lebih. Akhirnya diantara mereka terjalin ikatan yang baik hingga menikah dengan bahagia.
Cinta di antara mereka di awali dengan rencana orang tuanya yang belum diketahui oleh Italia, nmaun Allah pun memberi kesempatan padanya untuk bertemu dengan Andrea Budianto di kereta. Betapa senangnya hati keduanya, tanpa terduga ternyata kedua orang tuanya tidak salah dalam menentukan pasangan hidup baginya dan akhirnya bisa menjalin keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.