Kamis, 02 Februari 2012

kristenisasi

Pada paruh kedua abad ke13, berlangsung dua proses penting, kristenisasi dan penggabungan Spanyol. Kenyataan serupa juga dialami oleh Sisilia. Pada tahun ini banyak orang Islam yang tunduk dengan kristen, namun masih mempertahankan hukum dan agamanya. Proses kemajuan menuju penyatuan akhir Spanyol memang lambat tapi pasti. Kali ini wilayah kristen terdiri atas dua kerajaan, Castile dan Aragon. Perkawinan antara Ferdinand dari Aragon dengan Isabella dari Castile pada 1469 telah mempersatukan dua kerajaan ini. Penyatuan ini menjadi lonceng kematian bagi kekuasaan Islam di Spanyol. Kehancuran akhir dinasti Nashriyah dipercepat oleh kholifah ke-19 yaitu Ali abu al Hasan yang bukan hanya menolak membayar upeti, namun juga menyulut permusuhan menyerang wilayah Castile. Sebagai balasannya, tahun 1482 Ferdinand merebut Emessa suatu tempat yang berdiri dikaki pegunungan Sierra de Alhama, dan menjaga jalan masuk sebelah barat daya yang mengarah ke Granada. Kemudian putra Ali merebut kekuasaan ayahnya karena dihasut ibunya yang cemburu padanya dan menganggap bahwa Ali abu Al Hasan lebih mencurahkan perhatiannya pada anak-anak Gundik (orang Kristen Spanyol). Tahun berikutnya Abu Abdullah menyerang Lucena, ia di kalahkan dan ditawan oleh Issabela dan Ferdinand. Sedangkan Ali abu Al Hasan memberikan kekuasaannya kepada saudaranya yang lebih terampil yaitu Muhammad XII yang saat itu menjabat menjadi Gubernur Malaga. Ferdinand dan Issabela melihat bahwa tawanan mereka, Abu Abdullah bisa dimanfaatkan olehnya. Sehingga tahun 1486 ia telah berhasil menduduki sebagian wilayah ibukota yang dikuasai pamanya. Dan untuk kedua kalinya ia menguasai Granada. Sementara itu balatentara Castile sedang bergerak maju. Satu demi satu kota-kota berjatuhan ditangan mereka. Muhammad XII tidak mampu menghadang Ferdinand, sedangkan Abu Abdullah berperan sebagai sekutu Ferdinand. Muhammad XII menyeru para raja muslim, namun mereka juga sedang perang antara mereka sendiri. Akhirnya ia menyerah dan mundur ke Tilimsan, disana ia menjalani hari-hari terakhirnya dalam penderitaan dan kemiskinan. Akhirnya hanya kota Granada yang masih berada ditangan muslim dibawah pimpinan Abu Abdullah. Tak lama setelah Muhammad XII dikalahkan, Abu Abdullah diminta menyerahkan kota yang dikuasainya. Namun ia tidak mau. Kemudian Ferdinand bersama 10.000 kuda memasuki Granada dan menghancurkan ladang pertanian serta kebun buah-buahan dan mengepung benteng pertahanan terakhir Islam di Spanyol agar kota itu segera menyerah. Akhirnya orang muslim menyerah dan diberi jangka waktu dua bulan dengan syarat-syarat sebagai berikut; sultan beserta seluruh pejabatnya mesti mengucapkan sumpah setia kepada raja-raja Castile ; Abu Abdullah akan menerima sebidang tanah di Albasyarat; orang Islam akan dijamin keamanannya secara pribadi dibawah hukum mereka, dan bebas menjalankan agamanya. Ketika tidak ada genjatan dari Turki atau Afrika, Castile memasuki Granada tahun 1492, dan “salib menggantikan bulan sabit” di menara-menara kota itu. Abu Abdullah meninggal di tempat yang telah diberikan kepadanya. Sedangkan raja Ferdinand dan Issabela melanggar syarat-syarat kesepakatan perlindungan. Di bawah komando pendeta Kardinal Ximenez sebuah kampanye untuk memaksa perpindahan agama dijalankan pada 1499. Ia menarik buku-buku Arab dan membakarnya. Orang Islam yang masih berada di Granada, diingatkan bahwa nenek moyang mereka adalah orang kristen, sehingga ia harus masuk kristen, jika tidak mau maka akan tahu akibatnya. Pada tahun 1501 semua muslim di Spanyol harus memeluk kristen, kalau tidak mereka mesti meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1556 Philip II menerapkan sebuah hukum yang mewajibkan orang Islam untuk meninggalkan bahasa, peribadatan, institusi dan cara hidup mereka. Perintah pengusiran terakhir ditandatangani oleh Philip III tahun 1609. Diceritakan bahwa sekitar setengah juta muslim meski mengalami nasip pengusiran ini dan mendarat dipantai-pantai Afrika atau bertualang hingga kedaratan-daratan Islam yang lebih jauh. Selain itu Issabela juga mensponsori pelayaran Columbus yang pertama 1492.
Ketika di Eropa terjadi suatu yang sangat menyedihkan bagi umat Islam tersebut, di Nusantara menjadi pusat perdagangan. Sedangkan tahun 1453 Turki Usmani dibawah pimpinan Muhammad II, berhasil merebut konstantinopel ibukota Romawi Timur. Pada tahun 1453 konstantinopel jatuh ke Tangan Turki serta kekaisaran Romawi Timur runtuh. Pedagang-pedagang Eropa yang berpangkalan di Venetia-Italia tidak bisa lagi membeli rempah-rempah yang sangat ia butuhkan. Baik untuk bumbu dapur, obat-obatan maupun kosmetik di Konstantinopel (Istambul). Mereka harus membelinya dengan harga yang lebih mahal dari pedagang Islam di Mesir yang telah membangun jaringan perdagangan dengan para pedagang Islam lainnya di Arab, Persia, India hingga Malaka dan Jawa. Bagaimanapun juga bangsa Eropa berupaya menyaingi dan mematahkan dominasi jaringan pedagang Islam itu, hal itulah yang mendorong mereka mencari Jalan menuju kawasan sumber rempah-rempah, yaitu Maluku. Upaya mereka di Dukung oleh penemuan teori tentang bentuk bumi dan perkembangan pengetahuan dan keterampilan di bidang pelayaran. Potugis sampai Afrika tahun 1492, sedangkan Spanyol di Pantai Timur Amerika tahun 1493, kemudian Portugis berhasil sampai di benua Asia tepatnya di India tahun 1498 dan Spanyol tahun 1520 di Filipina. Mereka bertemu di kawasan timur nusantara yaitu Maluku, Sulawesi, NTT sejak 1521. Sejak itu mereka mencari sekutu dan berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah. Usaha itu hanya dilakukan oleh Portugis kemudian Spanyol, Belanda dan Inggris walaupun motif keempatnya tidak persis sama. Portugis dan Spanyol lebih mementingkan menyebarkan agama Katolik, sementara Belanda lebih mementingkan motif ekonomi. Pelayaran Portugis dan Spanyol mendapatkn izin dari Paus Julius II, dan keduanya telah menandatangani perjanjian Tordesilas pada 7 juni 1494. Berdasarkan perjanjian tersebut pada garis meredian yang terletak 370 mil disebelah barat tanjung ferde ditarik garis khayal dari kutub utara ke kutub selatan. Wilayah disebelah barat garis diberikan kepada Spanyol dan yang disebelah timur menjadi milik Portugis.
Berdasarkan perjanjian Tordesilas itu portugis mencari jalan baru dengan berlayar kearah timur. Seorang pelaut Portugis, bernama Bartolomeus Dias berangkat dari Lisabon menyusuri pantai Afrika tahun 1487 sampai Tanjung Harapan Baik (semula bernama Tanjung Topan). Kemudian Fasco da Gama mengulangi rute Bartolomeus Dias. Setiba di Tanjung Harapan ia meneruskan pelayaran melalui samudra Hindia dan laut Arab kemudian mendarat di Kalikut, pantai barat India. Tahun 1498. Selanjutnya pelaut Portugis tersebut melanjutkan ekspansinya ke bagian timur.
Pada akhir abad ke 15, Malaka mempunyai kedudukan sebagai pusat perdagangan di Asia pada umumnya, di Indonesia pada khususnya. Pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerque berhasil menguasai Malaka. Dari malaka Portugis mengirimkan angkatan perangnya di bawah pimpinan Antonio de Abreu menuju Maluku. Setelah membantu Ternate dalam permusuhannya melawan Tidore, Portugis meminta hak monopoli rempah-rempah di Ternate. Permintaan itu di tolak oleh Sultan Khairun karena akan berakibat harga jual rempah-rempah menjadi murah, kemudian keduanya sepakat berdamai. Tetapi ketika Sultan Khairun pergi ke Benteng Portugis untuk mengadakan perjanjian, ia dibunuh. Oleh karena itu, rakyat Ternate dibawah pimpinan sultan Baabullah bangkit menentang Portugis dan berhail mengalahkannya. Peristiwa itu menjadikan portugis terusir dari Maluku. Dan bertahan di Timor-Timor.
Dengan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dampak adanya tiga pilihan orang muslim yang ada di Eropa sangat terlihat bagi Nusantara, yaitu banyak dari orang muslim yang pindah atau hijrah ke Nusantara, selain itu orang Eropa tertarik untuk mencari daerah jajahan lagi, yang tak lain adalah ke daerah Nusantara yang menjadi pusat perdagangan karena ketika itu nusantaralah yang berperan dalam perdagangan, khususnya rempah-rempah yang mereka butuhkan setiap saat. Selain itu mereka tidak hanya memiliki keinginan untuk mencari rempah-rempah saja, namun juga menyebarkan agama Kristen.

Pesantren Tegalsari di Ponorogo.

Memang sebelum Pesantren Tegalsari telah banyak tempat-tempat untuk memperoleh ilmu agama, namun kegiatan ini belum terbentuk dalam kelembagaan. Seperti masa Walisongo. Martin berpendapat bahwa pesantren muncul bukan sejak masa awal islamisasi, tetapi baru sekitar abad ke-18 dan berkembang pada abad ke-19. Meski pada abad ke-16 dan ke-17 sudah ada guru yang mengajarkan agama Islam dimasjid yang memungkinkan pesantren berkembang dari tempat-tempat tersebut. Namun tegas Martin, pesantren baru muncul pada era belakangan. Buktinya tidak ditemukannya istilah Pesantren dalam karya-karya sastra klasik Nusantara, seperti dalam serat Centini dan serat Cebolek. Bahkan pesantren juga tidak dituliskan dalam Wejangan Seh Bari dan Sejarah Banten, dua naskah lama yang ditulis pada abad ke-16 dan ke-17.
Bruinessen berpendapat bahwa pesantren Tegalsari inilah yang merupakan pesantren awal di Jawa Timur dalam arti pesantren yang telah berlembaga pendidikan. Kiai Agung Muhammad Besari adalah pendiri Pondok Pesantren ini. Fokkens telah menggambarkan yang ada di Tegalsari, antara lain rumah-rumah berjajar rapi, pasarnya besar, dibangunnya pendopo, disekitar masjid terdapat bangunan dari bambu yang merupakan tempat tinggal sementara untuk santrinya, tempat inilah yang dinamakan pondok.
Adapun pemimpin-pemimpinnya yaitu Kiai Muhammad Besari, Kiai Ilyas, Kiai Kasan Yahya, Kiai Kasan Besari.
1. Kiai Muhammad Besari (1742-1773)
Kyai Muhammad Besari berasal dari Caruban, Madiun. Ayahnya Kiai Anom Besari dari Kuncen Caruban Madiun. Gurunya adalah Kiai Dapanura, kiai Muhammad Besari bersama adiknya menimba ilmu kepadanya. Setelah empat tahun mencari ilmu, Kiai Muhammad Besari dan adiknya ingin menjelajah kota Panaraga. Dalam perjalanannya, beliau singgah di rumahnya Kiai Nur Salim, desa Ngantub Ngasinan. Sehingga beliau menikah dengan putri sulung Kiai Nur Salim. Selama satu tahun, Kiai Muhammad Besari dan istrinya tinggal bersama Kiai Danapura di Setono. Mereka disarankan Kiai Danapura untuk membuka tanah diseberang timur sungai yang kemudian diberi nama Tegalsari. Disini beliau hidup dengan mengajarkan agama. Setelah Kiai Danapura wafat, kekuasaan di Setono pindah ke Tegalsari.
Tanggal 30 Juni 1742, istana Kartasura yang merupakan milik Pakubuwono II diambil alih oleh kaum pemberontak, yaitu pemerintah Belanda. Sehingga Pakubuwono II dan rekannya Tumenggung Wiratirta melarikan diri kearah timur, yaitu Madiun dengan tujuan untuk mencari pendukung untuk merebut kembali wilayah kekuasaannya. Mereka melanjutkan perjalanan ke Panaraga, melewati desa Tamanarum, Setono, Karanggebang dan Sawo. Hingga mereka mendengar adanya ulama terkenal di desa Tegalsari, yaitu Kiai Muhammad Besari. Mereka minta bantuan kepadanya, dan diterima Kiai dengan penghormatan. Pangkubuwono meminta Kiai membantunya untuk merebut kembali istananya. Jika berhasil, mereka akan menghadiahi Kiai, yaitu membebaskan Tegalsari sebagai tanah perdikan yang tidak dipungut pajak sampai turun temurun agar pelaksanaan pendidikan agama tetap terjaga dan Kiai Muhammad Besari dapat mendidik pemuda-pemuda menjadi ulama. Sedangkan adik Kiai Muhammad Besari, Kiai Bagus Harun mendapat anugrah tanah perdikan di desa Sewulan Madiun. Setelah itu Tegalsari menjadi semakin terkenal. Sebuah masjid juga dibangun.
Pada masa tersebut, lembaga pendidikan di Tegalsari sudah berkembang seperti Pesantren. Menurut Hanun Asrohah, yang mengutip dari Fokkens, pada masanya sudah banyak pemuda-pemuda yang datang dari tempat jauh untuk belajar ke Tegalsari ini. Kiai Muhammad Besari meninggal pada tahun 1773. Hal ini menjadikan santri-santrinya resah, karena ditinggal sosok Kiai yang telah mendirikan pesantrennya tersebut.
2. Kiai Ilyas (1773-1800 M)
Setelah meninggalnya Kiai Muhammad Besari, kepemimpinan digantikan oleh anaknya yang paling tua, yaitu Kiai Ilyas. Selain menggantikan ayahnya sebagai pemimpin dipesantren, beliau juga menggantikannya sebagai kepala desa. Pada masa ini jumlah santri lebih sedikit daripada masa Kiai Muhammad Besari, karena Pesantren Banjarsari dan Pesantren Sewulan juga termashur.

3. Kiai Kasan Yahya (1800)
Kiai Kasan Yahya adalah anak tertua dari Kiai Ilyas. Sayangnya Kiai ini tidak memiliki kecakapan untuk mengelola Tegalsari. Sehingga ia membiarkan tegalsari terbengkalai dan mengalami kemunduran. Dengan demikian, ia digantikan oleh kiai Kasan Besari, saudaranya. Ketika Kiai Kasan Besari diangkat menjadi pengganti dari saudaranya, Kiai Kasan Yahya, ia menjabat sebagai naib di masjid Tegalsari.
4. Kiai Kasan Besari.
Menurut Fokkens, Kiai Kasan Besari memimpin Tegalsari selama enam puluh tahun. Kiai ini terkenal dengan kedalaman ilmu dan kesaktiannya. Pada masa ini Tegalsari mengalami kemajuan, banyak santri yang datang untuk menimba ilmu dan alumninya terkenal dengan santri yang memiliki kelebihan dalam kesaktian. Salah seorang yang belajar disini, yaitu Abdul Manan yang mendirikan Pesantren Tremas yang merupakan pesantren tertua di Jawa Timur juga. Salah satu pengasuh pesantren Sidaresma juga ada yang menimba ilmu di Tegalsari, yaitu Kiai Mujahid.
Pada tanggal Sembilan Januari 1862 Kiai Kasan Besari meninggal dunia dalam usia seratus tahun. Yang meninggalkan sepuluh anak. Setelah meninggalnya Kiai Kasan besari, wilayah Tegalsari dipimpin oleh kiai kasan anom, yang merupakan putra tertua Kiai Kasan Besari dari istri pertamanya. Namun semenjak Kiai Kasan Besari wafat, Tegalsari mengalami kemunduran.
B. Pesantren Sidaresma di Surabaya.
Pesantren ini didirikan oleh keturunan Arab dari Hadramaut. Sayyid abd al-Rahman Basy-Syaiban, yang datang ke Jawa dan menikah dengan salah satu putrid sultan Cirebon, namanya Khadijah. Tidak diketahui pasti kapan Sayyid Abd al-Rahman Basy-Syaiban datang ke pulau Jawa. Menurut Berg, dalam bukunya Dr. Hanun Asrohah mengatakan bahwa beliau datang pada abad ke 18 M lalu menikah dengan putri dari salah satu sultan Cirebon. Awalnya mereka menetap di Surabaya lalu ke Pekalongan. Nampaknya ada keluarganya yang menetap di Surabaya.
Cerita masyarakat Majaagung, mengatakan ada tiga cerita. Pertama menyebutkan bahwa Sayyid Sulaiman berasal dari Kanigoro Pasuruan, sehingga memperoleh sebutan mbah Kanigoro. Kedua, disebutkan bahwa Sayyid Sulaiman berasal dari Gunung Jati Cirebon. Kemudian pindah ke Pasuruan. Ketiga, Sayyid Sulaiman berasal dari sidaresma Surabaya. Ketiga versi cerita tentang Sayyid Sulaiman tersebut memiliki korelasi dengan informasi Berg tentang keturunan imigran dari Hadramaut yang menikah dengan salah seorang putri dari keratin Cirebon. Dan informasi dari keturunan Sayyid Sulaiman dari Sidaresma Surabaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendiri pesantren Sidaresma adalah keturunan Sayyid Abd al-Rahman Basy-Syaiban dari hadramaut yang menikah dengan putrid dari keratin Cirebon.
Sayyid Sulaiman pernah berguru di Batara Kathong Panaraga. Disana beliau belajar tentang Islamdan terkenal dengan ilmu kesaktiannya. Setelah itu beliau pulang dan berdakwah. Jejak Sayyid Sulaiman diteruskan oleh putranya yang bernama Ali Akbar. Ia tinggal di Sidaresma dan memberikan pengajaran. Jejak yang dirintis oleh ali Akbar diteruskan oleh Ali Ashgar. Putra Ali Ashgar, Mujahid, menimba ilmu di pesantren Tegal Sari. Kiai Mujahid kemudian menggantikan ayahandanya sebagai penerusnya di Sidaresma. Penerus kiai Mujahid adalah K.H Abd. Qhohar.
Pada abad ke-19 M pesantren sidaresma ini terkenal, pesantren ini merupakan salah satu pesantren terbesar di jawa. Pesantren ini terkenal dengan ilmu kesaktiannya. Kiai Hasan Mukmin yang pernah memberontak pemerintah colonial memiliki kesaktian yang luar biasa dan Kiai hasan ini memiliki hubungan yang dekat dengan Pesantren Sidaresma.
C. Pesantren Tremas di Pacitan.
Pesantren Tremas berada di desa Tremas, kecamatan Arjosari, kabupaten Pacitan. Tepatnya pada kilometer 11 disebelah utara kota Pacitan. Kota Pacitan adalah kota di Jawa Timur yang terletak paling barat. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Indonesia. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Wanagiri Jawa Tengah. Sebelah utara berbatasan dengan Panaraga dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Trenggalek.
Pacitan termasuk daerah yang berada di tepi pantai selatan yang berupa batu kapur sehingga tanahnya tandus. Meski demikian kabupaten Pacitan terkenal dengan Pesantren yang ada di daerah tersebut, yang tak lain adalah Pesantren Tremas yang berada di desa Tremas. Seperti pesantren-pesantren yang lainnya, pesantren Tremas ini berawal dari pengajian-pengajian biasa yang menjadi besar karena kegigihan para Kiainya.
1. K. H. Abd al-Manan.
K. H. al Manan adalah putra seorang Demang dari Semanten, yaitu R. Ngabehi Dipomenggolo. Ia pernah menempuh pendidikannya di pesantren Tegal sari Panaraga pada masa Kiai Hasan Besari. Ia menikah dengan putri Demang Tremas R. Ngabehi Honggowijoyo, paman Abd al Manan. Kemudian ia diminta untuk pindah dan membangun pesantren di Tremas. Maka dibangunlah masjid dan pondokan di sebelah selatan masjid Tremas.
2. K.H Abd Allah (1862-1894)
Setelah Kiai Abd al Manan wafat, kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putra kiai, yaitu kiai Abd Allah. Pada masanya pesantren Tremas semakin berkembang. Jumlah santrinya semakin banyak. Santri-santri yang berasal dari luar Pacitan juga berdatangan seperti dari Solotiga, Purwarejo dan Kediri. Kiai Abdullah pernah menuntut ilmu ditanah suci, maka putra-putranya pun mengikuti jejaknya dengan menuntut ilmu ditanah suci. Muhammad Mahfudzh adalah putra pertama yang beliau kirim untuk menuntut ilmu ditanah suci berbarengan dengan musim haji. Ia menuntut ilmu dibawah asuhan Kiai Abu Bakar Syatha.
3. Kiai Dimyati (1894-1934)
Setelah Kiai Abd Allah wafat, kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putranya, Kiai Dimyathi. Pada masa inilah pesantren tremas mampu mengeluarkan kader-kader ulama yang kemudian mempunyai peranan besar dalam perkembangan pendidikan Islam. Kejayaan pesantren pada masa ini dilanjutkan oleh Kiai Hamid Dimyathi. Pada masa inilah pesantren Tremas merupakan pesantren yang Berjaya dan pada masa Kiai Hamid Dimyathi inilah merupakan puncak kejayaan pesantren Tremas Pacitan. Pesantren ini mampu mencetak para tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat seperti Kiai Ma’sum dari pesantren al Hidayah Lasem, Kiai Kholiq Hasyim dari Pesantren Tebuireng Jombang, Kiai Harun dari pesantren Darunnajah Banyuwangi dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pesantren di Jawa Timur dimulai dari Pesantren Tegalsari yang ada di Panaraga pada tahu 1742 M. Pesantren ini didirikan oleh Kiai Muhammad Besari, dan dilanjutkan oleh generasi-generasinya dari sistem keturunan. Pada masa Kiai Muhammad Besari, pesantren ini telah mengalami kemajuan, namun setelah meninggalnya Kiai Muhammad Besari, pesantren ini mengalami kemunduran, apalagi masa Kiai Kasan Yahya. Pemimpin-pemimpinnya yaitu Kiai Muhammad Besari, Kiai Ilyas, Kiai Kasan Yahya, dan Kiai Kasan Besari. Pada masa Kiai Kasan Besari pesantren ini mulai tumbuh kembali dengan banyaknya peminat yang ingin menimba ilmu di sini.
Selain pesantren Tegal sari yang ada di Ponorogo, di Jawa timur juga ada pesantren Sidaresma yang berada di Surabaya. Pesantren ini didirikan oleh Sayyid Abd al-Rahman Basy-Syaiban yang diduga berasal dari keturunan Hadramaut.
Di daerah ujung selatan jawa Timur juga ada pesantren, yaitu Pesantren Tremas yang terletak didesa Tremas, kecamatan Arjosari, kabupaten Pacitan. Pesantren inilah yang mampu mencetak alumni-alumni yang berperan dalam masyarakat. Seperti Kiai yang berasal dari Pesantren al Siraj, yaitu Kiai Muhammad Siraj. Kiai ini belajar di pesantren tremas sebelum mendirikan Pesantren Siraj di Surakarta. Selain itu juga ada Kiai Mahrus Ali yang ada di Pesantren Lirboyo Kediri.

buku Islam di kawasan kebudayaan Arab

Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Litera Nusa, 2003.
Buku ini membahas tentang Sejarah Perkembangan Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Timur Tengah). Di mulai pembahasan awal mula kawasan kebudayaan Arab, dilanjutkan proses arabisasinya, baik di Makkah maupun Madinah. Diakhir buku terbitan Anika Bahagia ini menjelaskan tokoh-tokoh pemikiran Islam Modern, seperti Muhammad ibn Abdul wahab, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rosyid Ridha.
Sejarah perkembangan Islam di Kawasan kebudayaan Arab (Timur Tengah) sangat menarik dan penting untuk dikaji, karena disanalah Islam terlahir, berkembang dan menyebar diseluruh pelosok dunia. Selain itu disanalah letak kota suci Makkah dan Madinah yang menjadi pusat peribadatan dan “kiblat” umat Islam.
Yang dimaksud dengan sejarah Islam di kawasan kebudayaan Arab adalah kegiatan umat Islam yang berada dilingkungan kebudayaan Arab yang meliputi wilayah Timur Tengah, yakni Negara-negara Saudi Arabia, Mesir, Syiria, Palestina, Yordania, Libanon, Irak dan Yaman. Ditambah kawasan Teluk Persia yang meliputi Oman, Bahrain, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Selain itu disusul Negara-negara dari afrika Utara, yaitu Maroko, Aljazair, Tunisia dan Lybia.
Sebelum membicarakan panjang lebar tentang wilayah tersebut haruslah diketahui terlebih dahulu apa yang disebut sebagai kawasan kebudayaan Arab dengan cirri-ciri khas yang membedakan wilayah yang lain. Cirri-cirinya antara lain adalah penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan hidup sehari-hari dan bahasa ilmiyah sebagai bahasa pengetahuan, sehingga orang yang tidak beragama islampun juga memakai bahasa Arab, karena ia tinggal di kawasan berbahasa Arab. Seperti orang-orang yang berdiam di Arab Libanon yang beragama Kristen. Dengan demikian, budaya Arab tidak mesti Islam, dan budaya Islam tidak mesti Arab. Demikian kita, yang berdiam dikawasan Nusantara, kita menggunakan budaya melayu, meskipun kita beragama Islam.
Ciri dari segi fisik, mereka juga mempunyai cirri-ciri khusus. Orang-orang yang berasal dari kawasan kebudayaan arab, mempunyai postur tubuh tegap, besar, tinggi, berambut keriting, dan berhidung mancung. Kondisi geografis mereka juga membedakan dengan letak wilayah yang lain, yang memiliki ciri-ciri kas tertentu dengan segala tetumbuhan ataupun binatang yang hidup dikawasan tersebut. Seperti padang pasir yang luas, sedikit curah hujan dikawasan itu, dan banyak gunung berbatu.
Pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi sepuluh bab, yang pertama adalah pendahuluan, merupakan pengantar bagi studi sejarah Islam dikawasan kebudayaan Arab yang telah dipaparkan seperti sebelumnya. Bab kedua meliputi kehidupan Nabi Muhammad saw. dalam periode Makkah, sedangkan bab ketiga mencakup hijrahnya Nabi saw. dari Makkah ke Madinah. Bab keempat membahs periode Khulafaur rosyidin, dan bab kelima membicarakan tentang Bani Umaiyah. Bab keenam menjelaskan tentang Bani Abbasiyah, dan bab ketujuh membahas dinasti-dinasti selain Abbasiyah dikawasan kebudayaan Arab. Bab kedelapan memuat tentang masa kekuasaan Mongol menyerbu kawasan kebudayaan arab. Sedangkan bab kesembilan menerangkan Negara-negara Arab modern dan bab terakhir, yakni kesepuluh membahas perkembangan pemikiran Islam Arab modern.
Mengenai periode Makkah, penulis menjelaskan terlebih dahulu tentang asal-usul bangsa Arab. Dengan mengutip Koentjaraningrat dalam bukunya “Pengantar Antropologi” dikatakan bahwa sebenarnya bangsa arab termasuk ras tau rumpun bangsa Caucasoid, dalam sub ras mediteranian yang anggotanya meliputi wilayah sekitar laut tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia dan Irania. Dilanjutkan tentang agama mereka, sebenarnya penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam. Yang paling terkenal adalah menyembah berhala. Ada juga yang menganut agama Masehi. Setelah itu dijelaskan silsilah Nabi, Muhammad lahir dari ibundanya Aminah yang telah menikah dengan Abdullah, namun Abdullah telah meninggal sebelum Nabi lahir. Setelah dewasa dan menikah dengan ibunda Khadijah beliau merasa prihatin dengan melihat kegelapan yang mengitari bangsa Arab. Dengan demikian beliau bertahannust atau menyepi di gua Hira’. Disanalah beliau mendapat wahyu yang pertama. Awalnya beliau berdakwah kepada keluaga dulu secara diam-diam, dan akhirnya didakwahkan secara terang-terangan. Orang-orang Quraisy tidak suka dengannya, sehingga mereka dilecehkan. Akhirnya Nabi melakukan hijrah ke Madinah. Disana Nabi meletakkan dasar-dasar Islam, yang pertama adalah mendirikan masjid untuk beribadah bersama. Yang kedua yaitu mempersaudarakan antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Dasar ketiga ialah perjanjian untuk saling membantu antara kaum muslimin dan bukan muslimin dan dasar keempat adalah meletakkan landasan berpolitik, ekonomi dan kemasyarakatan serta musyawarah sebagai pemecah masalah.
Masalah kaum muslimin yang telah hijrah ke Madinah dengan kaum Quraisy belumlah selesai, sehingga muncullah peperangan-peperangan meskipun mereka sudah pindah di Madinah. Peperangan-peperangan tersebut antara lain perang Badr, perang Uhud, perang Khandag dan perang Mu’tah, perang Hunain, serta perang Tabuk.
Buku ini juga membahas akhir hidup Rosulullah. Rosulullah wafat tiga bulan setelah melakukan haji Wada’, beliau sakit demam yang tinggi, hingga wafat. Sebelum wafat beliau menunjuk Abu Bakr untuk menggantikannya menjadi imam sholat. Akhirnya beliaupun wafat pada tahun ke-11 H, hari senin tanggal 13 Robi’ul Awal dan dimakamkan diruangan rumahnya sendiri, disamping Masjid Madinah dalam usia kurang lebih 63 tahun.
Setelah Nabi wafat, maka kepemimpinan di gantikan oleh kholafaur Rosyidin yaitu Abu Bakar, Umar ibn Khottab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Tholib. Mereka memimpin Islam selama tiga puluh tahun, dan dilanjutkan oleh Dinasti Bani Umayah. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah bin Abu Sufyan setelah ia mendapatkan keputusan dari tahkim. Selain itu ia juga mendapat dukungan yang kuat dari Suriah dan keluarganya sendiri, ia sebagai administrator sangat baik dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting, dan ia memiliki sifat negarawan sejati.
Setelah Dinasti ini diperintah oleh tiga belas pemimpin, akhirnya mengalami keruntuhan juga. Karena adanya pertentangan keras antara suku-suku Arab, yaitu arab Utara dan Arab Selatan karena para Kholifah cenderung memihak salah satu dan menafikan yang lain. Alas an kedua, karena ketidakpuasan orang-orang mawali (pemeluk Islam non Arab) terhadap kholifah yang tidak memberinya hak-hak dan kedudukan dalam Negara. Dan yang ketiga karena adanya oposisi dari kaum Syi’ah dan khawarij dan semakin kuatnya orang0orang dari Bani abbasiyah yang ingin menguasai Islam.
Setelah Dinasti Umayah runtuh, maka kekuasaan digantikan oleh Dinasti Abbasiyah. Dinasti ini memiliki kholifah sebanyak 37 orang dan didirikan oleh Abul Abbas as-Saffah. Setelah mengalami kejayaan pada masa harun Ar-Rosyid, Dinasti ini mengalami kemunduran karena kholifah terlena dengan harta, dan lemahnya para kholifah. Disamping itu adanya dinasti-dinasti yang memerdekakan diri terhadap pemerintah pusat. Akhir kekuasaan Abbasiyah adalah ketika Mongol menyerangnya.

Masalah Dinasti selain Abbasiyah dikawasan Kebudayaan arab, Prof Ali menjelaskan bahwa di Afrika Utara, mulai dari Maroko hingga ke Mesir pada mulanya masuk kewilayah Abbasiyah. Namun kemudian berdiri dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan dari Baghdad. Di Maroko berdiri dinasti Idrisiyah,didirikan oleh Muhammad Ibn Idris yang beraliran Syi’ah. Berdiri pula Dinasti Rustamiyah di Aljazair Barat yang dipelopori oleh Abdurrohman ibn Rustam yang beraliran Khawarij Ibadiyah. Di Aljazair juga berdiri dinasti Aglabiyah, dan Sicilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibrahim ibn al-Aglab yang diberi otonomi wilayah yang sekarang disebut Tunisia oleh kholifah Harun ar-Rosyid. Berdiri pula Dinasti Ziriyah dan Hammadiyah di nafrika Utara sebelah tengah (Aljazair Timur) dengan ibukota Qairuwan. Al-Murabitun atau al-Murawiyah berkuasa di Maroko dan Spanyol yang didirikan oleh Abu Bakr al-lamtuni dari suku Barber Sanhajah. Al-Muwahhidun berdiri di Maroko dan Spanyol sebagai protes atas madhab maliki yang kaku. Pendirinya adalah al-Mahdi ibn Tumart. Berdiri pula Dinasti Mariniyah berasal dari bani Marin adalah suku Barber Zenata yang nomad yang menggantikan kekuasaan al-Muwahhidun di Maroko dan beribu kota di Fez. Berdiri dinasti Hafsiyah di Tunisia dan Aljazair timur.
Begitulah buku ini membahas Islam dikawasan kebudayaan Arab, tidak hanya itu yang dijelaskan, namun diakhir buku ini juga menjelaskan tokoh-tokoh pemikir Islam modern yaitu Muhammad ibn Abdul Wahab, seorang pemikir Islam yang memfokuskan pada tauhid. Jamaludin al-Afgani, yang merupakan seorang pembaharu yang paling berpengaruh di Mesir, ia menanamkan tentang ide trias politica. Muhammad Abduh, ia adalah murid al-Afgani, ia mengatakan bahwa kekalahan umat Islam karena kejumudannya, sehingga perlulah dibukanya kembali pintu ijtihad, agar umat Islam tidak patuh buta terhadap ulama.yang terakhir adalah Rosyid Rida, ia mengusulkan agar Muhammad Abduh, gurunya melakukan penafsiran terhadap Al-Qur’an. Ia juga berpendapat bahwa sebab-sebab kemunduran umat Islam adalah kejumudan dan kebekuan dan bisa dibukakan melalui pintu ijtihad.
Seperti itulah buku yang kecil namun isinya sangat bermanfaat bagi kita, khususnya yang ingin mendalami sejarah Islam. Mengenai penulis, beliau adalah Pengajar pada fakultas Adab dan program Pasca sarjana, sehingga beliau mengetahui bacaan yang bagaimana yang kita butuhkan. Dalam buku ini Islam dikawasan kebudayaan arab dikupas secara padat dan jelas, sehingga sangat cocok jika kita memerlukan referensi tentang pembahasan ini. Karya ini tidak mengandung sastra, jadi isi atau maksud yang akan disampaikan penulis akan secepatnya kita dapatkan. Dengan muatan materi yang demikian padat dan lengkap, buku ini merupakan bacaan penting bagi para mahasiswa, pengajar, pemerhati dan pengamal sejarah. Selain itu, buku ini ditulis dengan mengambil dari berbagai sumber, hingga 45 sumber.