Kamis, 02 Februari 2012

Pesantren Tegalsari di Ponorogo.

Memang sebelum Pesantren Tegalsari telah banyak tempat-tempat untuk memperoleh ilmu agama, namun kegiatan ini belum terbentuk dalam kelembagaan. Seperti masa Walisongo. Martin berpendapat bahwa pesantren muncul bukan sejak masa awal islamisasi, tetapi baru sekitar abad ke-18 dan berkembang pada abad ke-19. Meski pada abad ke-16 dan ke-17 sudah ada guru yang mengajarkan agama Islam dimasjid yang memungkinkan pesantren berkembang dari tempat-tempat tersebut. Namun tegas Martin, pesantren baru muncul pada era belakangan. Buktinya tidak ditemukannya istilah Pesantren dalam karya-karya sastra klasik Nusantara, seperti dalam serat Centini dan serat Cebolek. Bahkan pesantren juga tidak dituliskan dalam Wejangan Seh Bari dan Sejarah Banten, dua naskah lama yang ditulis pada abad ke-16 dan ke-17.
Bruinessen berpendapat bahwa pesantren Tegalsari inilah yang merupakan pesantren awal di Jawa Timur dalam arti pesantren yang telah berlembaga pendidikan. Kiai Agung Muhammad Besari adalah pendiri Pondok Pesantren ini. Fokkens telah menggambarkan yang ada di Tegalsari, antara lain rumah-rumah berjajar rapi, pasarnya besar, dibangunnya pendopo, disekitar masjid terdapat bangunan dari bambu yang merupakan tempat tinggal sementara untuk santrinya, tempat inilah yang dinamakan pondok.
Adapun pemimpin-pemimpinnya yaitu Kiai Muhammad Besari, Kiai Ilyas, Kiai Kasan Yahya, Kiai Kasan Besari.
1. Kiai Muhammad Besari (1742-1773)
Kyai Muhammad Besari berasal dari Caruban, Madiun. Ayahnya Kiai Anom Besari dari Kuncen Caruban Madiun. Gurunya adalah Kiai Dapanura, kiai Muhammad Besari bersama adiknya menimba ilmu kepadanya. Setelah empat tahun mencari ilmu, Kiai Muhammad Besari dan adiknya ingin menjelajah kota Panaraga. Dalam perjalanannya, beliau singgah di rumahnya Kiai Nur Salim, desa Ngantub Ngasinan. Sehingga beliau menikah dengan putri sulung Kiai Nur Salim. Selama satu tahun, Kiai Muhammad Besari dan istrinya tinggal bersama Kiai Danapura di Setono. Mereka disarankan Kiai Danapura untuk membuka tanah diseberang timur sungai yang kemudian diberi nama Tegalsari. Disini beliau hidup dengan mengajarkan agama. Setelah Kiai Danapura wafat, kekuasaan di Setono pindah ke Tegalsari.
Tanggal 30 Juni 1742, istana Kartasura yang merupakan milik Pakubuwono II diambil alih oleh kaum pemberontak, yaitu pemerintah Belanda. Sehingga Pakubuwono II dan rekannya Tumenggung Wiratirta melarikan diri kearah timur, yaitu Madiun dengan tujuan untuk mencari pendukung untuk merebut kembali wilayah kekuasaannya. Mereka melanjutkan perjalanan ke Panaraga, melewati desa Tamanarum, Setono, Karanggebang dan Sawo. Hingga mereka mendengar adanya ulama terkenal di desa Tegalsari, yaitu Kiai Muhammad Besari. Mereka minta bantuan kepadanya, dan diterima Kiai dengan penghormatan. Pangkubuwono meminta Kiai membantunya untuk merebut kembali istananya. Jika berhasil, mereka akan menghadiahi Kiai, yaitu membebaskan Tegalsari sebagai tanah perdikan yang tidak dipungut pajak sampai turun temurun agar pelaksanaan pendidikan agama tetap terjaga dan Kiai Muhammad Besari dapat mendidik pemuda-pemuda menjadi ulama. Sedangkan adik Kiai Muhammad Besari, Kiai Bagus Harun mendapat anugrah tanah perdikan di desa Sewulan Madiun. Setelah itu Tegalsari menjadi semakin terkenal. Sebuah masjid juga dibangun.
Pada masa tersebut, lembaga pendidikan di Tegalsari sudah berkembang seperti Pesantren. Menurut Hanun Asrohah, yang mengutip dari Fokkens, pada masanya sudah banyak pemuda-pemuda yang datang dari tempat jauh untuk belajar ke Tegalsari ini. Kiai Muhammad Besari meninggal pada tahun 1773. Hal ini menjadikan santri-santrinya resah, karena ditinggal sosok Kiai yang telah mendirikan pesantrennya tersebut.
2. Kiai Ilyas (1773-1800 M)
Setelah meninggalnya Kiai Muhammad Besari, kepemimpinan digantikan oleh anaknya yang paling tua, yaitu Kiai Ilyas. Selain menggantikan ayahnya sebagai pemimpin dipesantren, beliau juga menggantikannya sebagai kepala desa. Pada masa ini jumlah santri lebih sedikit daripada masa Kiai Muhammad Besari, karena Pesantren Banjarsari dan Pesantren Sewulan juga termashur.

3. Kiai Kasan Yahya (1800)
Kiai Kasan Yahya adalah anak tertua dari Kiai Ilyas. Sayangnya Kiai ini tidak memiliki kecakapan untuk mengelola Tegalsari. Sehingga ia membiarkan tegalsari terbengkalai dan mengalami kemunduran. Dengan demikian, ia digantikan oleh kiai Kasan Besari, saudaranya. Ketika Kiai Kasan Besari diangkat menjadi pengganti dari saudaranya, Kiai Kasan Yahya, ia menjabat sebagai naib di masjid Tegalsari.
4. Kiai Kasan Besari.
Menurut Fokkens, Kiai Kasan Besari memimpin Tegalsari selama enam puluh tahun. Kiai ini terkenal dengan kedalaman ilmu dan kesaktiannya. Pada masa ini Tegalsari mengalami kemajuan, banyak santri yang datang untuk menimba ilmu dan alumninya terkenal dengan santri yang memiliki kelebihan dalam kesaktian. Salah seorang yang belajar disini, yaitu Abdul Manan yang mendirikan Pesantren Tremas yang merupakan pesantren tertua di Jawa Timur juga. Salah satu pengasuh pesantren Sidaresma juga ada yang menimba ilmu di Tegalsari, yaitu Kiai Mujahid.
Pada tanggal Sembilan Januari 1862 Kiai Kasan Besari meninggal dunia dalam usia seratus tahun. Yang meninggalkan sepuluh anak. Setelah meninggalnya Kiai Kasan besari, wilayah Tegalsari dipimpin oleh kiai kasan anom, yang merupakan putra tertua Kiai Kasan Besari dari istri pertamanya. Namun semenjak Kiai Kasan Besari wafat, Tegalsari mengalami kemunduran.
B. Pesantren Sidaresma di Surabaya.
Pesantren ini didirikan oleh keturunan Arab dari Hadramaut. Sayyid abd al-Rahman Basy-Syaiban, yang datang ke Jawa dan menikah dengan salah satu putrid sultan Cirebon, namanya Khadijah. Tidak diketahui pasti kapan Sayyid Abd al-Rahman Basy-Syaiban datang ke pulau Jawa. Menurut Berg, dalam bukunya Dr. Hanun Asrohah mengatakan bahwa beliau datang pada abad ke 18 M lalu menikah dengan putri dari salah satu sultan Cirebon. Awalnya mereka menetap di Surabaya lalu ke Pekalongan. Nampaknya ada keluarganya yang menetap di Surabaya.
Cerita masyarakat Majaagung, mengatakan ada tiga cerita. Pertama menyebutkan bahwa Sayyid Sulaiman berasal dari Kanigoro Pasuruan, sehingga memperoleh sebutan mbah Kanigoro. Kedua, disebutkan bahwa Sayyid Sulaiman berasal dari Gunung Jati Cirebon. Kemudian pindah ke Pasuruan. Ketiga, Sayyid Sulaiman berasal dari sidaresma Surabaya. Ketiga versi cerita tentang Sayyid Sulaiman tersebut memiliki korelasi dengan informasi Berg tentang keturunan imigran dari Hadramaut yang menikah dengan salah seorang putri dari keratin Cirebon. Dan informasi dari keturunan Sayyid Sulaiman dari Sidaresma Surabaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendiri pesantren Sidaresma adalah keturunan Sayyid Abd al-Rahman Basy-Syaiban dari hadramaut yang menikah dengan putrid dari keratin Cirebon.
Sayyid Sulaiman pernah berguru di Batara Kathong Panaraga. Disana beliau belajar tentang Islamdan terkenal dengan ilmu kesaktiannya. Setelah itu beliau pulang dan berdakwah. Jejak Sayyid Sulaiman diteruskan oleh putranya yang bernama Ali Akbar. Ia tinggal di Sidaresma dan memberikan pengajaran. Jejak yang dirintis oleh ali Akbar diteruskan oleh Ali Ashgar. Putra Ali Ashgar, Mujahid, menimba ilmu di pesantren Tegal Sari. Kiai Mujahid kemudian menggantikan ayahandanya sebagai penerusnya di Sidaresma. Penerus kiai Mujahid adalah K.H Abd. Qhohar.
Pada abad ke-19 M pesantren sidaresma ini terkenal, pesantren ini merupakan salah satu pesantren terbesar di jawa. Pesantren ini terkenal dengan ilmu kesaktiannya. Kiai Hasan Mukmin yang pernah memberontak pemerintah colonial memiliki kesaktian yang luar biasa dan Kiai hasan ini memiliki hubungan yang dekat dengan Pesantren Sidaresma.
C. Pesantren Tremas di Pacitan.
Pesantren Tremas berada di desa Tremas, kecamatan Arjosari, kabupaten Pacitan. Tepatnya pada kilometer 11 disebelah utara kota Pacitan. Kota Pacitan adalah kota di Jawa Timur yang terletak paling barat. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Indonesia. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Wanagiri Jawa Tengah. Sebelah utara berbatasan dengan Panaraga dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Trenggalek.
Pacitan termasuk daerah yang berada di tepi pantai selatan yang berupa batu kapur sehingga tanahnya tandus. Meski demikian kabupaten Pacitan terkenal dengan Pesantren yang ada di daerah tersebut, yang tak lain adalah Pesantren Tremas yang berada di desa Tremas. Seperti pesantren-pesantren yang lainnya, pesantren Tremas ini berawal dari pengajian-pengajian biasa yang menjadi besar karena kegigihan para Kiainya.
1. K. H. Abd al-Manan.
K. H. al Manan adalah putra seorang Demang dari Semanten, yaitu R. Ngabehi Dipomenggolo. Ia pernah menempuh pendidikannya di pesantren Tegal sari Panaraga pada masa Kiai Hasan Besari. Ia menikah dengan putri Demang Tremas R. Ngabehi Honggowijoyo, paman Abd al Manan. Kemudian ia diminta untuk pindah dan membangun pesantren di Tremas. Maka dibangunlah masjid dan pondokan di sebelah selatan masjid Tremas.
2. K.H Abd Allah (1862-1894)
Setelah Kiai Abd al Manan wafat, kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putra kiai, yaitu kiai Abd Allah. Pada masanya pesantren Tremas semakin berkembang. Jumlah santrinya semakin banyak. Santri-santri yang berasal dari luar Pacitan juga berdatangan seperti dari Solotiga, Purwarejo dan Kediri. Kiai Abdullah pernah menuntut ilmu ditanah suci, maka putra-putranya pun mengikuti jejaknya dengan menuntut ilmu ditanah suci. Muhammad Mahfudzh adalah putra pertama yang beliau kirim untuk menuntut ilmu ditanah suci berbarengan dengan musim haji. Ia menuntut ilmu dibawah asuhan Kiai Abu Bakar Syatha.
3. Kiai Dimyati (1894-1934)
Setelah Kiai Abd Allah wafat, kepemimpinan pesantren diserahkan kepada putranya, Kiai Dimyathi. Pada masa inilah pesantren tremas mampu mengeluarkan kader-kader ulama yang kemudian mempunyai peranan besar dalam perkembangan pendidikan Islam. Kejayaan pesantren pada masa ini dilanjutkan oleh Kiai Hamid Dimyathi. Pada masa inilah pesantren Tremas merupakan pesantren yang Berjaya dan pada masa Kiai Hamid Dimyathi inilah merupakan puncak kejayaan pesantren Tremas Pacitan. Pesantren ini mampu mencetak para tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat seperti Kiai Ma’sum dari pesantren al Hidayah Lasem, Kiai Kholiq Hasyim dari Pesantren Tebuireng Jombang, Kiai Harun dari pesantren Darunnajah Banyuwangi dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pesantren di Jawa Timur dimulai dari Pesantren Tegalsari yang ada di Panaraga pada tahu 1742 M. Pesantren ini didirikan oleh Kiai Muhammad Besari, dan dilanjutkan oleh generasi-generasinya dari sistem keturunan. Pada masa Kiai Muhammad Besari, pesantren ini telah mengalami kemajuan, namun setelah meninggalnya Kiai Muhammad Besari, pesantren ini mengalami kemunduran, apalagi masa Kiai Kasan Yahya. Pemimpin-pemimpinnya yaitu Kiai Muhammad Besari, Kiai Ilyas, Kiai Kasan Yahya, dan Kiai Kasan Besari. Pada masa Kiai Kasan Besari pesantren ini mulai tumbuh kembali dengan banyaknya peminat yang ingin menimba ilmu di sini.
Selain pesantren Tegal sari yang ada di Ponorogo, di Jawa timur juga ada pesantren Sidaresma yang berada di Surabaya. Pesantren ini didirikan oleh Sayyid Abd al-Rahman Basy-Syaiban yang diduga berasal dari keturunan Hadramaut.
Di daerah ujung selatan jawa Timur juga ada pesantren, yaitu Pesantren Tremas yang terletak didesa Tremas, kecamatan Arjosari, kabupaten Pacitan. Pesantren inilah yang mampu mencetak alumni-alumni yang berperan dalam masyarakat. Seperti Kiai yang berasal dari Pesantren al Siraj, yaitu Kiai Muhammad Siraj. Kiai ini belajar di pesantren tremas sebelum mendirikan Pesantren Siraj di Surakarta. Selain itu juga ada Kiai Mahrus Ali yang ada di Pesantren Lirboyo Kediri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar