Kamis, 10 November 2011

Antropologi

1. Jelaskan pemahaman anda tentang Antropologi Islam, objek studi dan sasaran penelitiannya atau kajiannya.
2. Jelaskan perbedaan Islam sebagai agama dan Islam sebagai sistem budaya.
3. Dalam kajian antropologi membuat dikotomi antara kebudayaan Islam Jawa dan kebudayaan Jawa Islam dan jelaskan! Berilah contoh yang masih ada saat ini.
4. Jelaskan proses terjadinya pelembagaan Islam di Jawa.
5. Berilah rujukan di bawah!

Jawaban:
1. Antropologi dapat diartikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan, sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari makhluk manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Dalam antropologi, manusia dipandang sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan kebudayaannya. Dengan, demikain antropologi merupakan hal yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi dalam kehidupan manusia. Sedangkan Antropologi Islam merupakan ilmu yang mempelajari manusia, keaneragaman kebudayaan, tradisi-tradisi, nilai-nilai yang dihasilkan oleh umat Islam. Objek studinya meliputi kebudayaan-kebudayaan umat Islam, serta manusia itu sendiri. Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya. Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaannya. Para antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'common sense' dan 'religious atau mystical event'. Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar maupun teknologi.
Jamaluddin ‘Athiyyah memberikan tawaran bahwa antropologi Islam yang akan digagas, objek kajiannya pada;
1. Penciptaan manusia. Dalam hal ini, akan dikaji tentang awal penciptaan manusia dan bagaimana manusia kemudian berkembang. Tentu saja teori evolusi Darwin akan menjadi bagian kajian point ini. Juga pertanyaan tentang apakah sebelum Adam AS. ada Adam-Adam lain.
2. Susunan manusia. Akan dikaji tentang susunan yang membentuk manusia; tubuh, jiwa, ruh, akal, hati, mata hati dan nurani. Sehingga dapat didapatkan konsep manusia yang utuh sesuai dengan konsep Islam. Sehingga dengannya manusia akan berbeda dengan malaikat, jin, hewan, tumbuhan dan benda mati. Sambil menjelaskan perbedaan manusia dengan makhluk-makhluk tersebut.
3. Macam-macam manusia. Meneliti tentang perbedaan manusia antara lelaki dan perempuan, suku-suku, bangsa-bangsa, perbedaan bahasa, dan hikmah dibalik perbedaan ini.
4. Tujuan diciptakannya manusia. Mengkaji tujuan diciptakan manusia dan apa misi yang dibawanya di atas bumi. Sambil menjelaskan tentang pengertian ibadah, khilafah, pembumi dayaan dunia dan sebagainya.
5. Hubungan manusia dengan semesta. Pada point ini akan diteliti tentang konsep taskhir alam semesta bagi manusia. Apakah dengan konsep tersebut manusia adalah pusat semesta ini?. Serta tentang equilibrium antara manusia dengan semesta dengan segala isinya. Hal ini akan berkaitan dengan ilmu lingkunngan hidup.
6. Hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Akan dikaji apakah beragama adalah fithrah dalam diri manusia? Juga tentang peran nabi-nabi, kitab-kitab suci dan ibadah dalam hubungan ini.
7. Manusia masa depan. Di sini akan dikaji tentang rekayasa manusia masa depan. Antara lain tentang pembibitan buatan, bioteknologi, manusia robot dan hal-hal lainnya.
8. Manusia setelah mati. Pada point ini akan dikaji tentang bagaiman manusia setelaha mati, serta apa yang harus ia persiapkan di dunia ini bagi kehidupannya di akherat nanti.
Sedangkan yang merupakan sasaran penelitian dalam antropologi, yaitu antropologi Biologis, dalam hal ini manusia dipelajari sebagai makhluk fisik yang berbeda satu sama yang lain, baik secara fenotip (warna kulit, warna dan bentuk rambut, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi badan, dan bentuk tubuh), maupun yang secara genotipik (frekuensi golongan darah). Yang kedua yaitu Arkeologi, merupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan pada zaman prasejarah. Yang ketiga yaitu Linguistik, yaitu ilmu bahasa berbagai suku bangsa. Ilmu bahasa ini penting karena bahasa merupakan alat terpenting untuk memenuhi kebudayaan. Yang terakhir yaitu antropologi sosial. Para ahli antropologi sosial mempelajari dinamika sosial, bagaimana kebudayaan bisa berubah dan berkembang, serta bagaimana antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.

2. Islam sebagai agama. Agama yaitu suatu sistem yang berintikan pada kepercayaan akan kebenaran-kebenaran yang mutlak, disertai segala perangkat yang terintegrasi didalamnya, meliputi tata peribadatan, tata peran para pelaku dan tata benda yang diperlukan untuk mewujudkan agama yang bersangkutan . Sehingga Islam sebagai agama ketika orang Islam melakukan kepercayaannya dengan cara-cara yang sudah ditentukan oleh agama Islam itu, seperti sholat, yang tidak bisa dirubah-rubah cara maupun ketentuan-ketentuannya yang lain.
Islam sebagai sistem budaya. Satu agama dalam berbagai daerah pelaksanaannya tidak sama, dengan artian pelaksanaan implementasi dari agama tersebut. Masyarakat berbeda dalam mengimplementasikan nilai-nilai agama. Misal agama Islam di Jawa, banyak yang menggunakan acara selametan sebagai wadah untuk mensyukuri nikmat Allah, ataupun di lakukan sebagai cara berdoa bersama, seperti jika ada orang yang meninggal, maka keluarga si mayat mengadakan acara tahlilan, yang dalam acara itu mereka membaca tahlil atau ayat-ayat yang di ambilkan dari Al-Quran. Dalam hal ini Islam sebagai budaya, karena merujuk pada pengertian budaya yang merupakan daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sehingga selametan merupakan budaya Jawa Islam.
3. Kebudayaan Islam Jawa dan kebudayaan Jawa islam, dalam hal ini bisa membantu orang Jawa untuk melihat atau memperhatikan serta membentuk cara-cara orang Jawa dalam memandang diri mereka sebagai masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Tauhid merupakan keesaan Allah. Ini mungkin doktrin Islam yang paling penting. Dalam pengertian dasarnya, tauhid adalah monoteisme lawan dari politeisme. Ulama Jawa mengaitkan konsep tauhid dengan kesalehan yang berpusat pada syariah. Zamakhsari menyebut tiga tingkatan tauhid, kepercayaan dasar umat Islam (Yang menerima kenyataan bahwa tiada Tuhan selain Allah, orang yang memiliki komitmen yang kuat pada praktek Islam tetapi berusaha memperoleh keuntungan dan barakah pibadi sebagai hasil, dan orang yang motif utamanya adalah mengabdi kepada Allah. Tauhid tingkat terakhir inilah yang menetapkan suatu hubungan antara penafsiran ulama dan para sufi. Hubungan sufisme dan kesalehan normative pada umumnya sering digambarkan dalam istilah perbedaan antara lahir dan batin. Salah satu prinsip utama dalam pemikiran keagamaan jawa adalah segala sesuatu yang ada tersusun dari wadah dan isi. Alam, bentuk, tubuh, fisik, dan kesalehan normative semuanya adalah wadah. Allah, sultan, jiwa, mistisisme semua merupakan isi. Tujuan wadah adalah menjaga, sedangkan isi adalah untuk meruntuhkan, semuanya itu mistikus jawa menyakini, sehingga isi lebih berarti dari pada wadah. Seperti pesantren yang pada awalnya ada yaitu pembelajaran oleh orang-orang Hindu atau Budha, namun ketika Islam datang, pembelajaran-pembelajarannya diganti menjadi pelajaran-pelajaran Islam. Ini berarti wadahnya bisa diambilkan atau meiru gaya orang budha maupun Hindu, namun isinya sudah dirubah dan diganti menjadi Islam.
4. Pelembagaan Islam di Jawa. Miller (1976:261), melukiskan gaya pengajaran madrasah yaitu metode pendidikan yang digunakan bergaya sangat personal, dimana guru utama menghimpun sekelompok siswa disekelilingi selama beberapa tahun. Ini karena mereka memiliki kesamaan tujuan untuk menuju bersama, sehingga mereka bersatu untuk belajar bersama dan memiliki keyakinan yang sama. Ini merupakan cara awal Islam disebarkan lewat pembelajaran-pembelajaran di jawa yang hanya dalam suatu kelompok-kelompok tanpa adanya sistem yang formal. Kemudian secara lambat laun murid semakin banyak sehingga didirikanlah semacam pondok pesantren. Ada yang mengatakan bahwa Sunan Maulana Malik Ibrahimlah yang mendirikan pesantren pertama. Mengenai pondok pesantren pertama kali yang didirikan dalam artian yang sudah memiliki sistem atau berbentuk institusi yaitu Pondok Pesantren Tegalsari. Pada masa penjajahan belanda, lembaga-lembaga Islam, yaitu pesantren mendapat ujian dari Allah. Mereka harus menghadapi Belanda dan berperan aktif untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Ada dua versi pendapat mengenai asal usul dan latar belakang berdirinya pesantren di Indonesia. Pertama, menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, yaitu tarekat. Pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat. Hal ini ditandai oleh terbentuknya kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat yang disebut Kiai itu mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama, sesama angota tarekat dalam sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah-ibadah dibawah bimbingan Kiai. Untuk keperluan suluk ini para Kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat-tempat khusus yang terdapat di kiri kanan masjid. Disamping mengajarkan amalan-amalan tarekat, para pengikut itu juga diajarkan agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuaan agama Islam. Aktifitas yang dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian. Dalam perkembangan selanjutnya lembaga pengajian ini tumbuh dan berkembang menjadi lembaga Pesantren . Pendapat yang kedua, pesantren merupakan pengambilalihan dari sistem yang diadakan oleh orang-orang Hindu di Nusantara. Kesimpulan ini berdasarkan fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia lembaga pesantren sudah ada di negeri ini. Pendirian pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan agama Hindu dan tempat membina kader. Anggapan lain mempercayai bahwa pesantren bukan berasal dari tradisi Islam alasannya adalah tidak ditemukannya lembaga pesantren di negara-negara Islam lainnya, sementara lembaga yang serupa dengan pesantern banyak ditemukan dalam masyarakat Hindu dan Budha, seperti di India, Myanmar dan Thailand.

Sumber
Poerwitaatmadja, Sosiologi Antropologi: program ilmu-ilmu sosial, (Surakarta: Widya Duta, 1987), hlm. 10
http://jamharima’aruf. .blogspot.com
Edi Sedyawati, Budaya Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal 66
Joko tri Prasetyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hal 28
Mark R Woodward, Islam Jawa, (Yogyakarta: Lkis, 1999), hal 104

Tidak ada komentar:

Posting Komentar